07/14/17 - Mrchandblog

Blog untuk berbagi ilmu

Hot

Post Top Ad

Friday, July 14, 2017

Boruto : Naruto next generations episode 15 sub Indonesia

9:55 PM 0

Kisah petualangan naruto setelah menjadi hokage ke 7 yang dilanjutkan oleh anak nya yaitu boruto
dengan segala kenakalan yang dia lakukan seperti masa naruto kecil

Link Download
>>KLIK DISINI<<

Copy by : oploverz.in
Read More

Cara aktivasi windows 10 secara permanen

9:31 PM 0
Windows 10 merupakan operating sistem (OS) pada komputer yang paling populer saat ini. Namun di balik kepopulerannya tersebut juga di barengi dengan harga yang cukup mahal untuk mendapatkan OS tersebut.
Maka dilakukan berbagai cara untuk mendapatkan windows 10 secara permanen yang tentunya dengan cara gratis (No Fuluse Hehehehh)
Ada banyak aplikasi yang bisa buat windows 10 ente jadi permanen tanpa harus pake fuluse yang tentunya mujarap buat windows ente permanen

KMSAuto Net 2016 1.5.0 Portable By RatiBorus ini tidak kalah mujarap. bersifat portable, tidak perlu installasi, windows ataupun office, akan terinstallasi.
Mungkin menjadi sebuah pertanyaan, Apakah ini bersifat permanent . ? bersifat permanent nya sama seperti KmsPico , dimana Aktivasi akan lifetime ( otomatis aktivasi sendiri ) ketika masa expired license berkurang dengan metode Windivert

Changelog:
v1.5.0
-Fixed minor bugs.
v1.4.9
-Added Keys for Windows Server 2016 Essentials.
-KMS Server Service v2.0.3.
v1.4.8
-Added Keys for Windows Server 2016.
v1.4.7
-New KMS-Service.
v1.4.6
-Added Keys for Windows 10 and Office 2016.\


Langkah menggunakan KMSAuto Net 2016 1.5.0 Portable Terbaru
  • Setelah terdownload KMSAuto Net 2016 nya, silahkan Extract
  • kemudian klik kanan “KMSAuto Net.exe”, pilih run as administrator
  • Maka akan muncul tampilan seperti ini, Klik saja ACTIVATION dan pilih activate WIndows
Tunggu beberapa saat, dan setelah selesai, terlihat successfully >>>Klik disini<<<


Selamat Windows 10 anda sudah teraktivasi


Link download bisa klik dibawah
DOWNLOAD <<<

Read More

One Piece Episode 796 Subittle Indonesia

3:06 PM 0

Kisah Petualangan kelompok bajak laut topi jerami dengan sebuah cita - cita sang kapten Monkey D. Luffy yang ingi menjadi seorang raja bajak laut

Masih dalam Arc Bigmom
Luffi yang ingin menyelamatkan salah satu teman nya yaitu sanji yang terlibat masalah dengan yonko bigmom

Link Download
DOWNLOAD
Read More

Dampak Perubahan Iklim

2:59 PM 0

DAMPAK perubahan iklim bukan hanya soal naiknya permukaan laut atau perubahan suhu permukaan Bumi. Lebih penting lagi dampak perubahan iklim yang dapat dirasakan secara dekat dan nyata adalah dapat menyebabkan kerentanan pangan. Perubahan iklim merupakan tantangan dan ancaman nyata sektor pertanian dalam menjaga keberlansungan produksi pangan. Tidak hanya menjadi perhatian pada forum internasional, perubahan iklim telah menjadi isu strategis nasional berbagai negara dalam menghadapi fenomena tersebut. 

Dampak perubahan iklim menjadi isu strategis karena persoalan ini dapat mengancam kepentingan nasional suatu bangsa. Beberapa hasil penelitian yang mengindikasikan bahwa perubahan iklim membawa pengaruh negatif terhadap produktivitas pertanian. Perubahan temperatur secara global memicu terjadinya musim kemarau yang berkepanjangan, hujan badai ekstrem menyebabkan terjadinya banjir besar di beberapa lokasi di belahan Bumi. 

Perubahan iklim juga memicu adanya perubahan cuaca secara ekstrem. Terjadinya pergeseran musim, akan berpengaruh pada perencanaan aktivitas kegiatan pertanian, sehingga jadwal tanam akan terganggu yang mengakibatkan menurunnya angka produksi dan bahkan kegagalan panen. Kemudian munculnya sumber penyakit-penyakit baru pada tanaman, angin kencang dan badai yang merusak tanaman. 

 Produktivitas menurun
Sementara musim kemarau yang terlalu panjang dan banjir di musim hujan membuat produktivitas pertanian menurun. Serta naiknya suhu permukaan bumi akan membuat pola hidup tanaman pertanian menjadi terganggu. Beberapa hal tersebut merupakan beberapa contoh yang dapat dirasakan akibat dari perubahan iklim dari sektor pertanian. Dengan demikian ancaman gagal panen yang berdampak pada ketahanan pangan kian menjadi nyata.

Kemudian pertumbuhan jumlah angka penduduk yang semakin meningkat patut menjadi sebuah kekhawatiran besar, mengingat selaras dengan hal tersebut kebutuhan pangan juga akan tinggi, sementara produktifitas hasil pertanian menurun oleh pengaruh perubahan iklim. Peluang terjadinya krisis pangan secara global, bukan hal mustahil untuk terjadi, jika persoalan perubahan iklim tidak disikapi sejak dini.

Menurut informasi dari organisasi Food Agriculture Organisation (FAO) yang dirilis pada 2010, memprediksikan bahwa mulai 2030 mendatang, akan terjadi bencana kelaparan global yang yang dialami oleh beberapa negara berkembang di kawasan Asia, Afrika, dan Amerika latin. Kondisi tersebut merupakan dampak dari produksi pangan yang lebih rendah dari permintaan yang diperparah oleh fenomena perubahan iklim global. 

Tentang Indonesia sendiri, menurut laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang dirilis pada April 2007, menyebutkan bahwa akan mengalami penurunan curah hujan di kawasan selatan, sebaliknya di kawasan utara akan mengalami peningkatan curah hujan. Artinya kawasan yang menurun curah hujannya sangat berpotensi merusak sistem tanam pertanian, khususnya tanaman yang tidak memiliki potensi resistensi terhadap kekeringan. Kemudian krisis air untuk menopang kehidupan (air bersih) dan infrastruktur listrik turbin. Di sisi lain, peningkatan curah hujan akan menjadi potensial ancaman banjir yang merusak sarana dan prasarana pendukung pertanian.

Kementerian Pertanian (kementan) Indonesia juga telah memetakan dampak perubahan iklim di Indonesia. Di antaranya adalah degradasi sumberdaya lahan dan air, infrastruktur (irigasi), banjir dan kekeringan dan penciutan serta degradasi lahan berpontensi mengancam penurunan produktifitas, produksi, mutu hasil, efesiensi dan lainnya yang berujung kepada ketahanan pangan dan pada akhirnya terhadap kehidupan sosial dan ekonomi serta kesejahteraan petani dan masyarakat produsen.

Fenomena perubahan iklim secara global telah banyak dan meruntuhkan infrastruktur vital yang menopang kekuatan ekonomi nasional merusak lahan pertanian di berbagai belahan bumi tidak terkecuali Indonesia. Perubahan pola curah hujan dan iklim ekstrem mengakibatkan areal padi sawah di beberapa wilayah/daerah mengalami kekeringan. Luas areal yang mengalami kekeringan meningkat dari 0,3-1,3% menjadi 3,1-7,8%. (Kementan RI; Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim Indonesia, 2012).

Akibat lainnya yang ditimbulkan oleh perubahan iklim terhadap sektor pertanian adalah peningkatan suhu udara yang mengakibatkan penurunan produksi pangan seperti padi, jagung dan kedelai sekitar 10,0-19,5% selama 40 tahun yang akan datang. Penciutan lahan dan degradasi sawah produktif sekitar 292-400 ribu hektare (3,7%) di Jawa akibat peningkatan muka air laut diproyeksikan sampai dengan 2050. 

Kondisi tersebut, tentunya, berdampak serius terhadap pertanian di daerah pesisir. Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan iklim membawa dampak yang signifikan terhadap sektor pertanian. Persoalan ini penting dibahas karena persoalaan tersebut dapat mengancam ketahanan pangan baik dalam skala global maupun nasional. 

 Tak bisa ditawar
Pengusutan strategi adaptasi sektor pertanian pada konteks perubahan iklim dalam menjamin ketahanan pangan merupakan prioritas yang semestinya tidak bisa ditawar. Perumusannya melibatkan sektor yang terkait dan stakeholder lainnya termasuk dari kalangan akademisi. Untuk menghasilkan strategi yang aplikatif yang bisa dipakai khalayak banyak
Read More

Laporan Agregat Tanah

2:52 PM 0

Usaha pemantapan Agregat Tanah pada lahan Marginal

I.                   Pendahuluan
Persoalan utama dalam berusahatani di lahan marginal adalah keterbatasan seperti sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang tidak baik, sehingga menjadi faktor pembatas dalam berusahatani. Untuk meningkatkan produktivitas lahan marginal ada beberapa cara yang perlu dilakukan seperti pemakaian varietas tanaman unggul, penerapan pola tanam yang sesuai dengan curah hujan, perbaikan teknik budidaya tanaman, serta usaha konservasi lahan sehingga kelestarian lahan dapat dijaga.
Sebagai sumberdaya alam untuk budidaya tanaman, tanah mempunyai dua fungsi, yaitu : (1) sebagai sumber penyedia unsur hara dan air, dan (2) tempat akar berjangkar. Salah satu atau kedua fungsi ini dapat menurun, bahkan hilang.
Hilangnya fungsi inilah yang menyebabkan produkvitas tanah menurun menjadi Tanah Marjinal. Dengan demikian, Tanah Marjinal untuk budidaya tanaman merupakan tanah yang mempunyai sifat-sifat fisika, kimia, dan biologi yang tidak optimal untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman. Kalau tanah ini diusahakan untuk budidaya tanaman memerlukan masukan teknologi, sehingga menambah biaya produksi. Selain itu, tanah ini juga tidak mempunyai fungsi ekologis yang baik terhadap lingkungan (Nursanti dan Rohim, 2007).
Tanah Marjinal dapat terbentuk secara alami dan antropogenik (ulah manusia). Secara alami (pengaruh lingkungan) yang disebabkan proses pembentukan tanah terhambat atau tanah yang terbentuk tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Misalnya, bahan induk yang keras dan asam, kekurangan air, suhu yang dingin/membeku, tergenang dan akumulasi bahan gambut, fraksi tanah yang dihasilkan didominasi oleh pasir, pengaruh salinisasi/penggaraman. Secara antropogenik adalah karena ulah manusia yang memanfaatkan sumberdaya alam yang tidak terkendali, sehingga terjadi kerusakan ekosistem. Misalnya, deforestasi dan degradasi hutan, eksploitasi deposit bahan tambang, terungkapnya unsur atau senyawa beracun bagi tanaman, pengeringan ekstrem pada tanah gambut, serta kebakaran (Nursanti dan Rohim, 2007).
Tanah Marjinal yang dimaksudkan adalah tanah yang terbentuk secara alami, bukan tanah yang menjadi marjinal karena antropogenik. Dari 12 ordo tanah di dunia (Alfisols, Andisols, Aridisols, Entisols, Gelisols, Histosols, Inceptisols, Mollisols, Oxisols, Spodosols, Ultisol, dan Vertisols) yang tergolong Tanah Marjinal antara lain adalah : Aridisols, Entisols, Gelisols, Histosols, Inceptisols, dan Ultisols (Nursanti dan Rohim, 2007).
II.                Produktivitas Lahan dan Kemantapan Agregat Tanah
2.1.            Peningkatan Produktivitas Lahan
 Berdasarkan potensi sumberdaya lahan  yang tersebar di seluruh tanah air dan rakitan teknologi dari hasil-hasil penelitian, peluang untuk meningkatkan produktivitas lahan kering baik melalui ekstensifikasi  maupun peningkatan mutu intensifikasi cukup besar. Namun demikian perlu disadari pula bahwa kendalanya juga cukup besar dan beragam, baik fisik, biotik, sosial ekonomi, sarana dan prasarana serta kelembagaan (Nursyamsi, 2004).
Makalah ini membahas berbagai upaya peningkatan produktivitas lahan dari aspek perbaikan sifat fisik tanah yaitu kemantapan agregat. Produktivitas tanah merupakan kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tertentu suatu tanaman dibawah suatu sistem pengelolaan tanah tertentu. Suatu tanah atau lahan dapat menghasilkan suatu produk tanaman yang baik dan menguntungkan maka tanah dikatakan produktif. Produktivitas tanah merupakan perwujudan darifaktor tanah dan non tanah yang mempengaruhi hasil tanaman.
Tanah produktif harus mempuyai kesuburan yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Akan tetapi tanah subur tidak selalu berarti produktif. Tanah subur akan produktif jika dikelaola dengan tepat, menggunakan jenis tanaman dan teknik pengelolaan yang sesuai. Kesuburan tanah adalah kemampuan atau kualitas suatu tanah menyediakan unsur hara tanaman dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan tanaman, dalam bentuk senyawa-senyawa yang dapat dimanfaatkan tanaman dan dalam perimbangan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tertentu dengan didukung oleh faktor pertumbuhan lainnya (Yuwono dan Rosmarkam 2008).
Tanah yang sehat akan memberikan sumbangan yang besar tehadap kualitas tanah. Kualitas tanah dapat sebagai sifat atau atribut inherent tanah yang dapat digambarkan dari sifat-sifat tanah atau hasil observasi tidak langsung, dan sebagai kemampuan tanah untuk menampakkan fungsi-fungsi produktivitas lingkungan dan kesehatan.
Winarso (2005) cit Nursyamsi (2004).menjelaskan bahwa pengukuran kualitas tanah merupakan dasar untuk penilaian keberlanjutan pengelolaan tanah yang dapat diandalkan untuk masa-masa yang akan datang, karena dapat dipakai sebagai alat untuk menilai pengaruh pengelolaan lahan. Pada umumnya proses degradasi tanah dalam sistem pertanian dapat disebabkan oleh erosi, pemadatan, penurunan ketersediaan hara atau penurunan kesuburan, kehilangan bahan organik tanah dan lain lain.
2.2.            Pengertian Agregat Tanah
Partikel-partikel primer di dalam tanah tergabung dalam suatu kelompok yang dinamakan  sebagai agregat tanah, yang merupakan satuan dasar struktur tanah (Baver  et al., 1972; Theng, 1987). Agregat terbentuk diawali dengan suatu mekanisme yang menyatukan partikel-partikel primer membentuk kelompok atau gugus (cluster) dan dilanjutkan dengan adanya sesuatu yang dapat mengikat menjadi lebih kuat (sementasi). Pembentukan agregat tanah melalui proses penjonjotan yang dilanjutkan dengan agregasi dengan atau tanpa diikuti proses sementasi (Baver  et al., 1972; Notohadiprawiro, 1996). Di dalam suspensi, partikel-partikel primer yang mempunyai potensial elektrokinetik (zeta) tinggi akan saling tolak menolak. Ketika energi potensial turun, tumbukan antar partikel ini melemah sehingga menghasilkan antar partikel primer saling berdekatan dan terbentuklah jonjot. Jonjot ini akan tetap stabil sepanjang kehadiran  agensia flokulasi.
Agregat tanah terbentuk karena proses flokulasi dan fragmentasi.  Flokulasi terjadi jika partikel tanah yang pada awalnya dalam keadaan terdispersi, kemudian bergabung membentuk agregat. Sedang-kan fragmentasi terjadi jika tanah dalam keadaan masif, kemudian terpecah-pecah membentuk agregat yang lebih kecil.  Kemper & Rosenau (1986) cit Santi et al (2008) mengatakan bahwa makin stabil suatu agregat tanah, makin rendah kepekaannya terhadap erosi (erodibilitas tanah).
Menurut Baver  et al.  (1972) cit Santi et al (2008)  flokulasi dapat juga terjadi sebagai hasil dari atraksi elektrostatik antara ujung muatan positif lempung yang satu dengan permukaan negatif lempung yang lain, sehingga terbentuk ukuran yang jauh lebih besar, yang akhirnya mengendap sebagai hasil gaya gravitasi atau gaya beratnya sendiri.  Agregasi merupakan peristiwa penggabungan jonjot-jonjot tanah menjadi agregat melalui gaya kohesi (tarik menarik antar jonjot) dan gaya adesi (tegangan permukaan antara jonjot tanah dengan molekul air). Selanjutnya agregasi ini dapat diikuti oleh proses sementasi, yang merupakan peristiwa perekatan jonjot tanah atau agregat oleh suatu bahan penyemen.
Baver  et al. (1972) cit Santi et al (2008) menyatakan bahwa pembentukan agregat yang mantap memerlukan ikatan yang lebih kuat antar partikel atau jonjot sehingga tidak mudah terdispersi kembali dalam air. Stabilitas agregat tanah tergantung dari kekuatan pelaku penyemen dalam menghadapi gaya perusak yang berasal dari luar. Agregasi yang tinggi belum tentu menguntungkan apabila tidak diikuti dengan stabilitas agregat yang cukup. Agregat yang mantap ialah agregat yang tidak terurai oleh air maupun gaya-gaya perusak mekanik. Pembentukan agregat yang mantap melibatkan berbagai bahan sementasi baik koloid organik maupun koloid anorganik Agregat yang mantap tidak dapat terjadi pada fraksi pasir atau debu tanpa adanya bahan-bahan koloidal (Baver et al., 1972 cit Santi et al 2008).
2.3.             Kemantapan Agregat
Kemantapan agregat merupakan kemampuan agregat tanah untuk bertahan terhadap pengaruh tetesan air hujan atau pembenaman dalam air. Pengukuran kemantapan agregat dapat dilakukan dengan metode pengayakan basah dan pengayakan kering (kuantitatif) atau dengan metode pembenaman dalam air dan alkohol (kualitatif) (Septiawan, 1987).
Kemantapan agregat sangat penting bagi tanah pertanian dan perkebunan.  Agregat yang stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Agregat dapat menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan daya menahan air.  Pada tanah yang agregatnya, kurang stabil bila terkena gangguan maka agregat tanah tersebut akan mudah hancur.  Butir-butir halus hasil hancuran   akan  menghambat pori-pori tanah sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi buruk dan permeabilitas menjadi lambat (Septiawan, 1987).
Kemantapan agregat juga sangat menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Kemampuan agregat untuk bertahan dari gaya perusak dari luar (stabilitas) dapat ditentukan secara kuantitatif melalui Aggregate Stability Index (ASI). Indeks ini merupakan penilaian secara kuantitatif terhadap kemantapan agregat.  Faktor-faktor yang mempengaruhi kemantapan agregat antara lain pengolahan tanah, aktivitas mikroorganisme tanah, dan penutupan tajuk tanaman pada permukaan tanah yang dapat menghindari splash erotion akibat curah hujan tinggi. 
Kemantapan  agregat merupakan  sifat fisik  tanah yang memanifestasikan  ketahanan  agregat  tanah  terhadap pengaruh  disintegrasi  oleh  air  dan  manipulasi  mekanik (Jury  et  al.,  1991) cit (Septiawan, 1987). Oleh  karena  itu  pengukuran aggregat  yang  berkaitan  dengan  pengaruh dispersif air  sangat  relevan  untuk  dilakukan.  Pengukuran kemantapan  bisa  dibatasi  pada  hanya  agregat  makro, agregat mikro,  bahan  yang  dapat  didispersikan,  atau  dapat meliputi  rentang  ukuran  aggregate  yang  luas.  Hasil pengukuran  akan  sangat  ditentukan  oleh  kelas  ukuran agregat  dan  kadar  air  awal  dari  agregat  yang  digunakan, serta  kondisi  bagaimana  pembasahan  itu  terjadi  (Kay dan Angers, 2000) cit (Septiawan, 1987).  Kemantapan  agregat  dipengaruhi  oleh banyak  faktor,  diantaranya  jenis  dan  kadar  Iiat,  bahan organik. serta jenis dan jumlah kation terjerap.
2.4.            Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kemantapan agregat
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemantapan agregat antara lain bahan organic, pengolahan tanah, aktivitas mikroorganisme tanah dan penutupan tajuk tanaman pada permukaan tanah yang dapat menghindari splash erotion akibat curah hujan tinggi. Kemper & Rosenau (1986) cit (Septiawan, 1987). mengatakan bahwa makin stabil suatu agregat tanah, makin rendah kepekaannya terhadap erosi (erodibilitas tanah).
a.                  Bahan organik
Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam pembentukan  struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlakukan. Pada tanah lempung yang berat, terjadi perubahan struktur gumpal kasar dan kuat menjadi struktur yang  lebih halus tidak kasar, dengan derajat struktur sedang hingga kuat, sehingga lebih mudah untuk diolah (Juarsah et al, 2001).
Komponen organik seperti asam humat dan asam fulvat dalam hal ini berperan sebagai sementasi pertikel lempung dengan membentuk komplek lempung-logam-humus (Stevenson, 1982) cit Juarsah et al (2001).. Pada tanah pasiran bahan organik dapat diharapkan merubah struktur tanah dari berbutir tunggal menjadi bentuk gumpal, sehingga meningkatkan derajat struktur dan ukuran agregat atau meningkatkan kelas struktur dari halus menjadi sedang atau kasar (Scholes  et al., 1994 cit Juarsah et al 2001). Bahkan bahan organik dapat mengubah tanah yang semula tidak berstruktur (pejal) dapat membentuk struktur yang baik atau remah, dengan derajat struktur yang sedang hingga kuat.
Dalam hubungannya dengan sifat fisika tanah, bahan organik berupa pupuk kandang dan kompos dapat berperan dalam pembentukan agregat yang mantap (Sutono  et al., 1996 cit Juarsah et al 2001), karena dapat mengikat butiran primer menjadi butiran sekunder. Hal ini terjadi karena pemberian bahan organik menyebabkan adanya gum polisakarida yang dihasilkan bakteri tanah dan adanya pertumbuhanhifa serta fungi dari aktinomisetes di sekitar partikel tanah (Rawls, 1982) cit Juarsah et al (2001).. Perbaikan kemantapan agregat tanah meningkatkan porositas tanah, dan mempermudah penyerapan air ke dalam tanah, sehingga meningkatkan daya simpan air tanah. Menurut Kohnke (1979) cit Juarsah et al (2001)., peran bahan organik terhadap sifat fisik dan kimia tanah antara lain meningkatkan agregasi, melindungi agregat dari perusakan oleh air, membuat tanah lebih mudah diolah, meningkatkan porositas dan aerasi, meningkatkan kapasitas infiltrasi, dan perkolasi serta C-organik, N- total, P dan K ( Tabel 1).  
Tabel 1. Pengaruh mulsa dan pupuk kandang terhadap sifat fisik dan kimia
  tanah Ultisol Jasinga, Jawa Barat 
Rehabilitasi tanah
BD
Pori Aerasi
Stabilitas Agregat

…g/cc….
….% vol….

Tanpa rehabilitasi
0,91
17
47
Mulsa jerami padi+sisa tanaman
0,87
22
56
Mulsa Mucuna, sp
0,88
21
50
Pupuk kandang
0,89
21
48

Sumber : Undang Kurnia (1996) cit I. Juarsah  et al (2001)

Ardinal et al (2009), menyebutkan bahwa pengaruh berbagai pemberian jenis mulsa dari bahan organik dan interaksinya dengan jenis pengolahan tanah yang dilakukan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap persen agregasi tanah Pssament. Pemberian bahan organik kepada tanah berpasir (Psamment) secara bertahap ternyata mampu meningkatkan proses agregasi yang memang sangat lambat terjadi pada tanah berpasir karena tidak adanya bahan perekat dan juga tidak mempunyai liat aktif yang sangat diperlukan sebagai agen pengagregasi tanah.
                  Tabel 2.  Pengaruh pengolahan tanah dan mulsa organik terhadap persen agregasi
                                  tanah  Psamment

Mulsa
Pengolahan Tanah
Tanpa (Nt)
Minimum (Mt)
Konvensional (Ct)

Agregasi  (%) …
Tanpa (Z)
45.4 ab A
48.4 ab AB
45.4 ab A
Thitonia (T)
34.6 b B
44.8 ab B
49.7 ab AB
Krinyuh (K)
45.1 ab A
43.0 b B
43.4 b A
Jerami Padi (P)
47.3 a  A
55.9 a  A
54.1 a A
Jerami Jagung(J)
44.1 a A
47.5 a AB
49.3 a AB
KK = 15.56%
Angka-angka yang diikuti oleh huruf besar yang sama pada setiap kolom dan huruf kecil yang sama pada setiap baris  berbeda tidak nyata menurut BNT (0.05)

Meningkatnya agregasi tanah berhubungan dengan meningkatnya kandungan bahan organik tanah dari tanah yang diperlakukan.  Meningkatnya kandungan bahan organik akan menghasilkan bahan-bahan yang berfungsi sebagai perekat dalam pembentukan agregat tanah. Penambahan bahan organik ke dalam tanah juga dapat membentuk struktur tanah yang baik, agregat tanah yang lebih mantap dan tanah lebih tahan terhadap pengaruh dari luar.
b.                  Mikroorganisme
Agensia organik yang dapat meningkatkan kemantapan agregat tanah ialah produk dekomposisi biomas, eksopolisakarida (EPS) asal bakteri, miselium fungi, dan produk hasil sintesis tanaman. Azotobacter vinelandii,  P. aeruginosa,  P. fluorescens, dan  P. putida menghasilkan beberapa jenis polisakarida penting. Polisakarida tersebut antara lain polisakarida ekstraselular, kapsular, dan lipopolisakarida (Kim et al., 1996; Sutherland, 1997) cit (Santi et al, 2008). Pembentukan agregat tanah umumnya dipengaruhi EPS yang merupakan hasil dari aktivitas mikroorganisme.
Pada penelitian Santi et al (2008) yang menggunakan bakteri penghasil eksopolisakarida, perlakuan dengan inokulan tunggal maupun campuran ke dalam tanah beragregasi sangat tidak stabil mengindikasikan adanya peningkatan kemantapan agregat dalam 30 hari inkubasi (Tabel 2). Mikroorganisme tanah dapat menghasilkan polisakarida, hemiselulosa, uronida, dan sejumlah polimer alami lainnya yang dapat menempel pada permukaan partikel tanah melalui jembatan kation, ikatan hidrogen, van der Waals, dan mekanisme adsorpsi anion. Kemantapan agregat mikro tergantung pada keberadaan bahan organik pengikat, sedangkan kemantapan agregat makro dapat terbentuk karena aktivitas perakaran tanaman dan miselium fungi. Mikroorganisme dapat memetabolisme bahan organik tanah untuk menghasilkan eksopolisakarida yang kemudian digunakan sebagai agensia pengikat partikel agregat mikro. Perlakuan inokulasi  Flavobacterium sp. PG7II.2, meningkatkan ASI dari 31,95 (sangat tidak stabil) menjadi 41,34 (tidak stabil). Indeks stabilitas agregat meningkat sejalan dengan lama waktu inkubasi sampai 60 hari.
 Tabel 2. Index Stabilitas Agregat
Perlakuan
ASI (Index Stabilitas Agregat)
30 hari inkubasi
60 hari inkubasi
90 hari inkubasi
P. fluorescens PG711.1
30,81 b
39,50 b
58,22 a
Flavobacterium, sp. PG711.2
41,34 a
70,5 ab
68,07 a
P. diminuta PG711.9
40,57 a
85,5 ab
56,55 a
P. fluorescens PG711.1+ Flavobacterium, sp. PG711.2+ P. diminuta PG711.9
37,79 ab
114,0 a
57,80 a
P. fluorescens PG711.1+ Flavobacterium, sp. PG711.2+ P. diminuta PG711.9+A. Niger
40,41 a
110,0 a
51,73 ab
Blanko
31,95 b
36,15 b
36,15 b
Angka dalam kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak ganda Duncan (P>0,05)

c.                   Soil Conditioner
Soil conditioner merupakan bahan kimia yang berguna untuk memperbaiki kondisi fisik tanah dan dapat menstabilkan agregat tanah.  Fungsi soil conditioner adalah dapat mengefesienkan pemupukan dan memperbesar permeabilitas tanah berstruktur jelek ataupun memperbaiki distribusi ukuran pori (Adi dan Sukmana, 1980) cit (Septiawan, 1987).
-                      PVA (Polyvinilalcohol)
PVA merupakan preparat kimia bersifat hidrophilik (suka menyerap air), lebih sanggup menembus pori struktur yang bermuatan positif dan negative (William et al 1966) cit (Septiawan, 1987)., tak terionisasi dan mempunyai berat molekul 106 dan mempunyai rumus molekul (CH2CHOH)n.  Absorbsi molekul terhadap PVA menghasilkan lapisan pori tanah, lapisan pori ini dapat menstabilkan agregat tanah dan mempunyai akibat terhadap sifat aliran air dalam tanah.
-                      Bitumen
Bitumen adalah hidrokarbon yang tidak menjerap air dan mempunyai molekul yang cukup tinggi (Team Tanah Fak.Pertanian IPB, 1975 cit Septiawan, 1987). Gugusan aktif bitumen adalah karboksul yang berfungsi dalam pengikatan butir menjadi agregat.  Bitumen merupakan preparat relative murah yang dapat digunakan untuk memperbaiki struktur tanah.  Bitumen ternasuk emulsi hidropobik yang sangat bermanfaat bagi tanah-tanah yanh mudah mengeras dan mengurangi penguapan air.
-                      Kapur
Bahan kapur memunyai banyak jenis, tapi umumnya dipergunakan dalam bidang pertanian sebagai bahan pupuk untuk maksud menurunkan kemasaman tanah dan memberikan unsure hara Ca dan Mg. Mengatakan bahwa kapur berpengaruh tidak langsung terhadap sufat fisik tanah. Pengaruh kapur terhadap pelapukan bahan organic tanah dan pembentukan humus.  Adanya humus ini akan mempengaruhi granulasi tanah (Soepardi 1983) cit Septawan 1987). Ghani et al (1955) cit Septiawan (1987), melaporkan bahwa secara umum kapur mempunyai kemampuan memflokulasikan koloid tanah, kapur dapat memperbaiki kemantapan struktur, memperbaiki aerase, dan mempertahankan permeabilitas tanah.
-                      Terak baja
Umumnya dikenal sebagai hasil sampingan pabrik baja, yang merupakan sisa dari proses pelepasan baja (Oota, 1979 cit Septiawan, 1987). Bahan tersebut merupakan senyawa kimia yang mengandung silikat, kalsium, besi, aluminium dan magnesium serta unsur-unsur lainnya. Terak baja mempunyai rumus molekul (CaO)5P2O5SiO2 merupakan campuran dari silikat rangkap, fosfor dan kapur dengan nama kimia tetra kalsium fosfat (Collings, 1955 cit Septiawan, 1987). Terak baja didalam bidang pertanian digunakan untuk menurunkan kemasaman tanah dan menambah unsur hara Ca, Mg, Mn, dan P.
-                      Abu merang Padi
Jerami atau merang padi merupakan sisa tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber bahan organic tanah. Bahan organik mempunyai peranan penting dalam kesuburan tanah, antara lain 1) dalam pelapukan batuan dan proses dekomposisi mineral tanah, 2) sumber hara tanaman, 3) pembentukan struktur yang stabil dan 4) mempengaruhi perkembangan tanaman (Soepardi, 1983) cit Septiawan (1987).
Hasil penelitian Septiawan (1987), menyebutkan bahwa beberapa jenis  soil conditioner dapat meningkatkan kemantapan agregat tanah.  Bitumen 1% dan 2% serta PVA 0,4% memberikan kestabilan agregat yang cukup tinggi, sementara itu untuk terak baja dan abu merang padi, memberikan kestabilan maksimum pada dosis 2%, seperti yang di tampilkan pada Tabel 3. Jenis soil conditioner PVA dan Bitumen bertindak sebagai coating agent yang membungkus partikel tanah dengan cara memasuki pori-pori tanah yang telah terbentuk. Gugus aktif karboksil bergerak kepermukaan partikel tanah dan berlaku sebagai perantara pengikat partikel-partikel tanah.  Bentuk ikatannya adalah ikatan hydrogen yaitu ikatan gugus karboksil dengan gugus OH dari liat.
Pada jenis soil conditioner yang menggunakan kapur, dapat meningkatkan kemantapan agregat tanah, karena secara umum kapur mempunyai kemampuan memflokulasikan koloid tanah walaupun mungkin tidak secara langsung membentuk agregat.  Selain itu, unsur Ca dan Mg dapat mengikat agregat yang lebih besar tanpa bantuan bahan organik.  Pada jenis soil conditioner Terik baja, kandungan Fe dan Si mampu meningkatkan kestabilan agregat dengan meningkatkan kemampuan memflokulasi partikel tanah. Sama halnya dengan Abu merang padi, tingginya kandungan C-organik, Ca-dd dan Mg-dd dapat membantu proses granulasi dan berperan sebagai perantara sebagai pengikat partikel tanah.
 Tabel 3. Hasil Analisis Kemantapan Agregat
Perlakuan
Ulangan
Rata-rata
Kriteria
1
2
3
kontrol
42
41
37
40
Tidak Stabil
PVA 0,2%
*)
54
66
60
Agak Stabil
PVA 0,4%
123
133
111
122
Sangat Stabil
Bitumen 1%
147
133
*)
140
Sangat Stabil
Bitumen 2%
127
164
152
148
Sangat Stabil
Kapur 2%
66
61
66
64
Agak Stabil
Kapur 4%
68
56
65
63
Agak Stabil
Kapur 8%
90
132
105
109
Sangat Stabil
Terak Baja 1%
57
55
56
56
Agak Stabil
Terak Baja 2%
74
67
61
67
Stabil
Terak Baja 4%
53
47
51
50
Kurang Stabil
Abu Merang 1%
81
79
69
76
Stabil
Abu Merang 2%
85
88
*)
87
Sangat Stabil
Abu Merang 4%
66
64
61
64
Agak Stabil
*) data hilang karena kesalahan prosedur

3. Kesimpulan
1.      Kemantapan agregat merupakan kemampuan agregat tanah untuk bertahan terhadap pengaruh tetesan air hujan ataupembenaman dalam air
2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi kemantapan agregat antara lain pengolahan tanah, aktivitas mikroorganisme tanah, penutupan tajuk tanaman pada permukaan tanah yang dapat menghindari splash erotion akibat curah hujan tinggi.
3.      Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam pembentukan  struktur tanah.
4.      Pembentukan agregat tanah umumnya dipengaruhi oleh  eksopolisakarida (EPS) yang merupakan hasil dari aktivitas mikroorganisme.
5.      Soil conditioner merupakan bahan kimia yang berguna untuk memperbaiki kondisi fisik tanah dan dapat menstabilkan agregat tanah.  Fungsi soil conditioner adalah dapat mengefesienkan pemupukan dan memperbesar permeabilitas tanah berstruktur jelek ataupun memperbaiki distribusi ukuran pori

 DAFTAR PUSTAKA
Adrinal, Saidi A, Gusmini. 2009. Perbaikan Sifat Fisiko-Kimia Tanah Psamment Melalui Pemulsaan Organik Dan Penerapan Teknik Olah Tanah Konservasi Pada Budidaya Jagung.
Juarsah.I,  Yustika, R.D.  dan Abdurachman A. 2001. Pengendalian Erosi Dan Kahat Bahan Organik Tanah Pada Lahan Kering Berlereng Mendukung Produksi Pangan Nasional.
Nursanti, I dan Rohim, A, M. 2007. Pengelolaan Kesuburan Tanah Mineral Masam untuk Pertanian. Makalah Pengelolaan Kesuburan Tanah, Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Palembang, Propinsi Sumatera Selatan, Indonesia.
Nursyamsi, D. 2004. Beberapa upaya untuk meningkatkan Produktivitas tanah di lahan kering. Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor.
Santi.L.P , Dariah. A  dan Goenadi. D.H. 2008. Peningkatan kemantapan agregat tanah mineral  oleh bakteri penghasil eksopolisakarida. Menara Perkebunan,  2008, 76 (2), 93 – 103.
Septiawan, G.W. 1987. Pengaruh pemberian soil conditioner terhadap kemantapan agregat tanah, difusivitas dan hantaran hidrolik tidak jenuh pada tanah labil lapisan atas dari daerah pagelaran, Cianjur Selatan, Jawa Barat. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Suprapto. 2000.  Berbagai masukan teknologi Untuk meningkatkan Produktivitas lahan Marginal. Laporan Akhir Penelitian SUT Diversivikasi Lahan Marginal di Kecamatan Gerokgak, Buleleng.

Yuwono, N.W dan Rosmarkam, A. 2005. Ilmu Kesuburan Tanah.  Kanisius. Yogyakarta.
Read More

Laporan PH Tanah

1:01 PM 0

PH TANAH



BAB I
PENDAHULUAN


1.1   Latar Belakang
pH tertentu yang terukur pada tanah ditentukan oleh seperangkat faktor kimia tertentu. oleh karena itu, penentuan pH tanah adalah sebuah satu uji yang paling penting yang dapat digunakan untuk mendiagnosa masalah pertumbuhan tanaman. Biasanya tanah pada daerah basah bersifat masam dan tanah pada daerah kering bersifat basa (alkali).
Nilai pH berkisar antara 0-14. Makin tinggi kepekatan / konsentrasi (H+) dalam tanah, makin rendah pH tanah dan sebaliknya, makin rendah konsentrasi (H+) maka makin tinggi pH tanah. Sehubungan dengan nilai pH dijumpai 3 kemungkinan, yaitu : masam, netral dan basa (alkali).
Kemasaman tanah dibedakan atas kemasaman aktif dan kemasaman potensial. Kemasaman aktif disababkan oleh ion H+ dan Al3+ yang terjerap pada kompleks jerapan.
Reaksi tanah yang penting adalah masam, netral, atau alkalin. Pernyataan ini didasarkan pada jumlah ion H dan OH dalam larutan tanah, bila dalam tanah ditemukan ion H lebih banyak dari OH, maka disebut masam. Bila ion H sama dengan OH disebut netral, dan bila ion OH lebih banyak dari pada ion H disebut ion alkalin.
Peranan pH tanah meliputi:
a.       Mempengaruhi ketersediaan unsur hara tanaman.
b.      Mempengaruhi nilai kapasitas tukar kation (KTK), terutama kejenuhan basa (KB) suatu tanah.
c.       Mempengaruhi keterikatan unsur P.
d.      Mempengaruhi perkembangan mikroorganisme.
e.      Mempengaruhi perubahan muatan listrik pada permukaan kompleks liat atau humus.
                                                                                                                
1.2   Tujuan
1.       Menetapkan pH tanah dengan menggunakan indikator universal.
2.       Mengetahui cara menetapkan pH tanah dengan menggunakan digital pH.
3.       Mengetahui hasil perbandingan pH tanah dengan menggunakan indikator universal dan digital pH.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


Air bersifat netral karena konsentrasi H+ dan OH+ yang sama. Pada keadaan nbetral, pH adalah 7. Suatu ukuran skala pH digunakan untuk memudahkan menyatakan konsentrasi H+ yang sangat kecil di dalam air maupun di dalam berbagai system hayati penting. Kation-kation yang dapat dipertukarkan terserap dengan tenaga yang cukup besar untuk memperlambat pencuciannya dari tanah, tetapi sejumlah kation yang cukup besar mengalami disosiasi dari permukaan perukaran kation yang terdapat dalam larutan dimana kation itu siap untuk digunakan tanaman. Pada disosiasi, basa yang dapat dipertukarkan menyebabkan terjadinya hidrolisis sehingga dihasilkan ion-ion OH- (Foth, 1994).
Pengukuran pH tanah di lapangan dengan prinsip kalori meter dengan menggunakan indicator (larutan, kertas lakmus), yang menunjukkan warna tertentu pada pH berbeda. Kesalahan pengukuran dapat terjadi antara 0,1 – 0,5 unit pH atau bahkan lebih besar karena pengaruh pengenceran dan faktor-faktor lain. Untuk mengukur pH basa kuat di lapangan, indikator fenolptalin yang tidak berwarna sangat bermanfaat karena akan berubah menjadi ungu sampai merah pada pH 8,3 – 10. Kondisi yang sama pada pengukuran pH di lapangan pada kondisi luar biasa asam dihunakan indikator Brom Cresol Green (0,1 gram dilarutkan pada 250 ml 0,006N NaOH) yang berubah dari hijau sampai kuning pada pH 5,3 dan yang lebih rendah dari pada 3,8. Untuk mengetahui pH tanah di lapangan, secara umum dapat digunakan indikator universal / campuran (Mohr, 1972).
Kondisi pH tanah mempengaruhi serapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap ketersediaan unsur hara dan adanya unsur-unsur yang beracun. Beberapa unsur hara fungsional seperti besi, mangan, dan seng berkurang apabila pH dinaikan dari 5.0 menjadi 7.5 atau 8.0. Molibdenium berkurang ketersediannya bila pH diturunkan. Pada pH kurang dari 5.0 besi dan mangan menjadi larut dalam jumlah cukup banyak yang dapat menyebabkan tanaman keracunan. Pada pH yang sangat tinggi, ion bikarbonat akan dijumpai dalam jumlah banyak sehingga dapat menggangu serapan normal unsur lain dan sangat merugikan pertumbuhan tanaman (Soepardi 1983). Kondisi pH tanah mempengaruhi serapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap ketersediaan unsur hara dan adanya unsur-unsur yang beracun. Beberapa unsur hara fungsional seperti besi, mangan, dan seng berkurang apabila pH dinaikan dari 5.0 menjadi 7.5 atau 8.0. Molibdenium berkurang ketersediannya bila pH diturunkan. Pada pH kurang dari 5.0 besi dan mangan menjadi larut dalam jumlah cukup banyak yang dapat menyebabkan tanaman keracunan. Pada pH yang sangat tinggi, ion bikarbonat akan dijumpai dalam jumlah banyak sehingga dapat menggangu serapan normal unsur lain dan sangat merugikan pertumbuhan tanaman (Soepardi 1983).
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalis tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukan banyaknya konsentrasi ion hydrogen H+ di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah, maka semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain H+ dan ion-ion  lain ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan oin H+. pada tanah-tanah yang masam ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedangkan pada tanah alkalis kandungan ion OH- lebih tinggi daripada ion H+. bila kandungan H+ sama dengan OH- maka tanah bersifat netral yaitu mempunyai nilai pH 7. Kemasaman tanah terdapat pada daerah dengan curah hujan tinggi, sedangkan pengaruhnya sangat besar dapa tanaman, sehingga kemasaman tanah harus diperhatikan karena merupakan sifat tanah yang sangat penting (Syaifuddin Syarief H.F, 1998).
Sifat kemasaman tanah ada dua jenis, yaitu kemasaman aktif dan memasaman potensial. Reaksi kemasaman aktif ialah yang diukurnya konsentrasi ion H+ yang terdapat pada pemakaian sehari-hari. Reaksi tanah potensial ialah banyaknya kadar hidrogen dapat ditukar baik yang terjerap olehn kompleks koloid tanah maupun yang terdapat dalam larutan. Sejumlah senyawa menyumbang pada pengembangan reaksi tanah yang asam ataupun basa. Asam-asam organik dan anorganik, yang dihasilkan oleh penguraian bahan organic tanah. Menentukan kemasaman tanah ada beberapa alat ukur reaksi tanah yang  dapat digunakan. Alat yang murah ialah kertas lakmus yang bentuknya berupa gulungan kertas kecil memanjang. Alat lain yang harganya sedikit mahal tetapi dapat dipakai berulang-ulang dengan hasil pengukuran lebih akurat adalah pH tester dan soil tester (Hardjowigeno S, 1987).


BAB III
ALAT, BAHAN DAN METODE


3.1   Alat dan Bahan
1.       Digital pH
2.       Indikator universal
3.       Tabung film
4.       Gelas ukur 10 ml
5.       Penghitung waktu
6.       Timbangan digital
7.       label
8.       15 ml Aquades
9.       H2O
10.   Tanah

3.2   Metode Kerja
3.2.1 Tempat, tanggal dan waktu
   Tempat                            :  Laboratorium Fakultas Pertanian
   Hari/Tanggal                    :  Senin, 6 Desember 2011
   Waktu                                :  11.20 - 13.20 WIB
3.2.2 Cara Kerja
1.       Timbang masing-masing 10 gr tanah untuk 3 tabung film
2.       Masukan 15 ml aquades ke masing-masing tabung film
3.       Campurkan tanah dan aquades
4.       Kocok selama 30 detik
5.       Diamkan campuran tanah tersebut selama 5 menit
6.       Untuk tabung 1, ukur pH dengan indicator universal
7.       Untuk tabung 2 dan 3, ukur pH dengan digital pH hasilnya dijumlahkan kemudian dibagi 2


BAB IV
HASIL PEMBAHASAN


4.1  Hasil

Tabung
Tabung 1 (Ao)
Tabung 2 (A1)
Tabung 3 (A1)
pH
7
7,90
7,94

                A1 =  7,90 + 7,94
                                     2
                     =  7,92
                *Ph tanah menunjukkan kesamaan hasilnya,yaitu ±7 atau sama dengan Netral.
                Ket :       Ao = menggunakan indikator universal
A1 = menggunakan digital Ph

4.2 Pembahasan
pH adalah tingkat keasaman atau kebasa-an suatu benda yang diukur dengan menggunakan skala pH antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai pH antara 0 hingga 7 dan sifat basa mempunyai nilai pH 7 hingga 14.
Tanah yang kami amati, bersuasana basa (pH>7.0). Artinya, tanah tersebut kandungan kalsiumnya tinggi, sehingga terjadi fiksasi terhadap fosfat dan tanaman makanan ternak pada tanah basa seringkali mengalami defisiesi P.
pH tanah atau tepatnya pH larutan tanah sangat penting karena larutan tanah mengandung unsur hara seperti Nitrogen (N), Potassium/kalium (K), dan Pospor (P) dimana tanaman membutuhkan dalam jumlah tertentu untuk tumbuh, berkembang, dan bertahan terhadap penyakit. Jika pH larutan tanah meningkat hingga di atas 5,5; Nitrogen (dalam bentuk nitrat) menjadi tersedia bagi tanaman. Di sisi lain Pospor akan tersedia bagi tanaman pada Ph antara 6,0 hingga 7,0.
Beberapa bakteri membantu tanaman mendapatkan N dengan mengubah N di atmosfer menjadi bentuk N yang dapat digunakan oleh tanaman. Bakteri ini hidup di dalam nodule akar tanaman legume (seperti alfalfa dan kedelai) dan berfungsi secara baik bilamana tanaman dimana bakteri tersebut hidup tumbuh pada tanah dengan kisaran pH yang sesuai. Sebagai contoh, alfalfa tumbuh dengan baik pada tanah dengan pH 6,2 hingga 7,8; sementara itu kedelai tumbuh dengan baik pada tanah dengan kisaran pH 6,0 hingga 7,0. Kacang tanah tumbh dengan baik pada tanah dengan pH 5,3 hingga 6,6. Banyak tanaman termasuk sayuran, bunga dan semak-semak serta buah-buahan tergantung dengan pH dan ketersediaan tanah yang mengandung nutrisi yang cukup. Jika larutan tanah terlalu masam, tanaman tidak dapat memanfaatkan N, P, K dan zat hara lain yang mereka butuhkan. Pada tanah masam, tanaman mempunyai kemungkinan yang besar untuk teracuni logam berat yang pada akhirnya dapat mati karena keracunan tersebut.
Herbisida, pestisida, fungsisida dan bahan kimia lainnya yang digunakan untuk memberantas hama dan penyakit tanaman juga dapat meracuni tanaman itu sendiri. Mengetahui pH tanah, apakah masam atau basa adalah sangat penting karena jika tanah terlalu masam oleh karena penggunaan pestisida, herbbisida, dan fungisida tidak akan terabsorbsi dan justru akan meracuni air tanah serta air-air pada aliran permukaan dimana hal ini akan menyebabkan polusi pada sungai, danau, dan air tanah.


BAB V
KESIMPULAN


Dari percobaan yang telah dilakukan mengenai reaksi (pH) tanah dapat disimpulkan bahwa :
1.       Faktor-faktor yang mempengaruhi pH tanah antara lain adalah perbandingan air dengan tanah, kandungan garam-garam dalam larutan tanah, dan keseimbangan CO2 udara dan CO2 tanah.
2.      Penetapan  pH tanah dengan digital pH hasilnya lebih akurat dibandingkan menggunakan indikator universal yang sifatnya kualitatif.


BAB VI
DAFTAR PUSTAKA


Foth, Henry D. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta : Erlangga
Hardjowigeno. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademika Pressindo
Mohr. 1972. Tropical Soils. Net Herlands. Geuze Dordrecht
Syarief h.F, Syarifudin. 1998. Fisika Kimia Tanah Pertanian. Bandung : Pustaka Buana
http://nglithis.wordpress.com/2007/04/24/7/
http://kafein4u.wordpress.com/2010/02/13/ph-tanah/
http://en.wordpress.com/tag/pemgukuran-ph-tanah/
http://kapurpertanian.com/index.php/Berita-Terbaru/Mengapa-tanah-masam-harus-di-kapur.html
Read More

Laporan Rekayasa Pengelolahan Limbah (Pengenalan Alat)

12:52 PM 0
PENGENALAN ALAT
( Praktikum Rekayasa Pengelolahan Limbah )



Oleh
CHANDRA AFRIAN
1214071022




 












JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014



I.    PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pada dasarnya, orang akan menganggap bahwa limbah adalah sampah yang sama sekali tidak ada gunanya dan harus dibuang, akan tetapi jika limbah terus ditumpuk maka akan menimbulkan penumpukan sampah. Dan sejatinya, limbah tidak selamanya harus dibuang karena banyak juga limbah yang masih bisa diolah menjadi produk yang bermanfaat. 
Agar dapat memahami  dan menangani limbah dengan benar dan efisien, karakteristik limbah perlu dikenali dengan baik. Untuk dapat mengenali karakteristik air limbah dengan baik, maka diperlukan peralatan laboratorium yang mencukupi. Peralatan yang diperlukan perlu diketahui oleh mahasiswa dengan baik sebelum mereka dapat menggunakan nya dengan benar. Dengan demikian, pada saatnya nanti ketika mereka memerlukannya, mahasiswa sudah terbiasa dengan peralatan lab untuk analisis kualitas air atau air limbah.

B.     Tujuan
Memperkenalkan peralatan yang umum dipakai dalam analisis karaktristik air limbah






II.        TINJAUAN PUSTAKA

Untuk pengertian limbah berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo.PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha dan/atau kegiatan manusia.
Pada dasarnya, orang akan menganggap bahwa limbah adalah sampah yang sama sekali tidak ada gunanya dan harus dibuang, akan tetapi jika limbah terus ditumpuk maka akan menimbulkan penumpukan sampah. Dan sejatinya, limbah tidak selamanya harus dibuang karena banyak juga limbah yang masih bisa diolah menjadi produk yang bermanfaat. Bahkan beberapa macam limbah bisa menjadi sangat berguna dan juga mempunyai nilai jual tinggi apabila diolah kembali secara baik dan benar. Limbah yang tidak diolah kembali maka selanjutnya akan menyebabkan berbagai polusi baik itu udara, air maupun tanah. Seperti misalnya, pada lingkungan yang dipakai sebagai tempat pembuangan sampah maka udara disekitarnya tidak akan sehat dan baunya cenderung tak sedap. Tak sampai di situ karena bisa saja sumber air di sekitar lingkungan tersebut akan terkontaminasi dengan zat kimia limbah sehingga menyebabkan tanahnya menjadi tandus.
Macam-macam atau jenis limbah :
Berdasarkan wujud atau bentuknya dikenal 3 macam limbah yaitu limbah cair, limbah padat, dan limbah gas. Contoh limbah cair yaitu air cucian, air sabun, minyak goreng sisa, dll. Contoh limbah padat yaitu bungkus snack, ban bekas, botol air minum, dll. Contoh limbah gas yaitu karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), HCL, NO2, SO2 dll.
Berdasarkan sumbernya dikenal 3 macam limbah, yaitu limbah alam, limbah manusia dan limbah konsumsi.
Berdasarkan jenis senyawanya maka dikenal ada 3 jenis limbah, yaitu :
1. Limbah organik
Ini adalah limbah yang terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan, dan mudah diuraikan zat-zatnya menjadi partikel-partikel yang baik untuk lingkungan. Limbah organik ini dihasilkan oleh kegiatan manusia yang bisa saja berupa pertanian, perikanan, peternakan, rumah tangga, sampah industri yang tidak menggunakan bahan kimia. Semua limbah yang secara alami dapat diuraikan oleh mikroorganisme masuk ke dalam limbah organik.
2. Limbah anorganik
Limbah jenis ini termasuk kelompok limbah yang tidak gampang hancur atau diuraikan oleh mikroorganisme. Limbah organik ini sebagiannya sama sekali sudah tidak dapat diuraikan lagi sedangkan sebagian yang lain masih dapat diuraikan akan tetapi membutuhkan waktu yang amat lama. Limbah rumah tangga yang berbahan dasar plastik misalnya botol bekas, kaleng bekas, tas plastik termasuk juga ke dalam golongan limbah anorganik.

3. Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
Limbah B3 ini merupakan semua bahan/senyawa baik padat, cair, ataupun gas yang mempunyai potensi merusak terhadap kesehatan manusia serta lingkungan akibat sifat-sifat yang dimiliki senyawa tersebut. 

Limbah B3 yaitu limbah yang mempunyai satu atau beberapa sifat-sifat berikut : MUDAH MELEDAK, mudah terbakar, menimbulkan korosi, pengoksidasi, menimbulkan penyakit dan beracun. ( Anonim,2014)
Parameter  Air Limbah
            Berikut adalah parameter yang dapat digunakan berkaitan dengan air limbah.
1.                  Kandungan zat padat (total solid, suspending solid, dissolved solid)
2.                  Kandungan zat organik
3.                  Kandungan zat anorganik (mis; P, Pb, Cd, Mg)
4.                  Kandungan gas (mis: O2, N, CO2)
5.                  Kandungan bakteri (mis: E.coli)
6.                  Kandungan pH
7.                  Suhu

Pengukuran kadar oksigen dalam air limbah
Berikut beberapa parameter yang digunakan untuk mengukur  kandungan oksigen dalam air limbah.
1.                  Chemical oxygen demand (COD)
COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik secara kimiawi, baik .ang dapat didekomposisi secara biologis maupun yang sukar didekomposisi secara biologis. Oksigen yang dikonsumsi setara jumlah dikromat yang diperlukan untuk mengoksidasi air sampel. 
2.                  Biochemical oxygen demand (BOD)
BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk melakukan proses dekomposisi aerobik terhadap bahan organic dari larutan, di bawah kondisi suhu tertentu (umumnya 20o) dan waktu tertentu (umumnya 5hari).  Hasil pengukuran BOD dapat dinyatakan dalam mg/l. Kebutuhan BOD bervariasi antara 100-300 mg/l .Apabila hasil pengukuran menunjukkan angka lebih dari 300mg/l, BOD dinyatakan kuat, sedangkan bila kurang dari 100mg/l disebut lemah.
3.         Dissolved Oxygen (DO)
            DO adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air dan diukur dalam satuan milligram per liter. Oksigen terlarut ini digunakan sebagai tanda derajat pengotoran limbah yang ada. Semakin besar oksigen terlarut, maka menunjukkan derajat pengotoran ytang relative kecil.
1.                       Hardness (kesadahan)
 Kesadahan adalah gambaran kation logam ekivalen yang terdapat dalam air. Kation-kation ini dapat bereaksi dengan sabun membentuk endapan maupun anion-anion yang terdapat di dalam air membentuk endapan atau karat pada peralatan logam.
2.                              Settleable solid
            Adalah lumpur yang mengendap dengan sendirinya pada kondisi    yang tenang selama 1 jam secara gaya beratnya sendiri.
3.                              Total suspended solid
            Adalah jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada dalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran         berukuran 0,45 mikron. Suspended solid dapat dibagi menjadi zat    padat dan koloid. Selain suspended solid ada juga istilah dissolved       solid.
4.                              Mixed Liquor Suspended Solid (MLSS)
            Adalah jumlah TSS yang berasal dari bak pengendap lumpur aktif
      setelah dipanaskan pada suhu 103o-105o C.
5.                              Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS)
            Adalah kandungan organic    matter yang terdapat dalam MLSS     pada suhu 600oC, benda volatile menguap disebut MLVSS.
6.                              Turbidity (kekeruhan)
            Adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebgai dasar untuk mengukur keadaan air sungai, kekeruhan ini disebabkan oleh     adanya benda tercampur atau benda koloid dalam air.( Anonim,2014)







III.       METODELOGI

A.        Waktu dan Tempat
                        Praktikum Rekayasa Pengelolahan Limbah ini dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 18 September 2014 di Laboratorium Rekayasa Daya Air dan Lahan, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
B.        Alat dan Bahan
            Bahan  :   -
            Alat     :
                        Spectrometer, pH meter, DO meter, EC meter, Turbidity meter,
Termometer, Oven, Desiccator, Alat infiltrasi, Tanur, dll.
C.        Metode
            1.         Baca petunjuk penggunaan peralatan
            2.         buka alat dari kotaknya ( jika ada )
            3.         sambungkan power AC jika diperlukan
            4.         Hidupkan ( ON/OFF ) peralatan
            5.         lakukan kalibrasi jika diperlukan
            6.         amati peralatan tersebut ( bisa difoto ), identifikasi fungsi, bagian-bagian,
kapasitas, ketepatan, dan ketelitiannya.
            7.         jika sudah selesai, dimatikan dan kembalikan ketempat semula,          
































IV.       PEMBAHASAN

A.        Spektrometer
Spektrometer adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengamati spektrum  cahaya yang terurai setelah melewati suatu medium sehingga membentuk suatu spektrum. Spektrometer adalah alat untuk mengukur spektrum. Dalam astronomi dan beberapa cabang kimia, spektrometer adalah alat optik untuk menghasilkan garis spektral dan mengukur panjang gelombang mereka dan intensitasnya. Metoda penyelidikan dengan bantuan spektrometer disebut spektrometri. Variabel yang diukur adalah yang paling sering adalah lampu. Dalam spektrometer modern, sinar yang datang pada sampel diubah panjang gelombangnya secara kontinyu. Hasil percobaan diungkapkan dalam spektrum dengan absisnya menyatakan panjang gelombang (atau bilangan gelombang atau frekuensi) sinar datang dan ordinatnya menyatakan energi yang diserap sampel.

Bagian-bagian Spektrometer
Spektroskop prisma merupakan alat yang digunakan untuk melihat spektrum dari suatu sumber cahaya. Spektrometer prisma merupakan alat yang digunakan untuk mengukur spektrum  cahaya yang terurai setelah melewati suatu medium atau untuk mengukur panjang gelombang dan indeks bias dari suatu prisma. Susunan spektrometer prisma terdiri dari komponen-komponen kolimator, teleskop, meja spectrometer, dan skala.
a. Kolimotorolimator merupakan sebuah tabung yang dilengkapi dengan lensa akromatik di mana satu ujungnya (yang menghadap prisma) dan sebuah celah. Fungsi lensa kolimator adalah untuk mensejajarkan berkas sinar yang keluar dari celah.  Lebar celah dapat diatur dengan menggunakan skrup pengatur yang terdapat pada ujung kolimator didekat celah. Skrup pengatur PC digunakan untuk mengatur lebar berkas cahaya yang jatuh pada prisma sedangkan posisi lensa terhadap celah dapat diatur dengan skrup, PL. Dalam penggunaan spectrometer prisma ini, celah dihubungkan dengan sumber cahaya yang akan diamati spektrumnya. Sumber cahaya dibungkus dalam sebuah tabung (agar cahaya tidak terpencar) dan diberi celah sejajar dengan celah yang terdapat pada kolimator.
b. Teleskop
Teleskop yang digunakan terdri dari lensa obyektif dan lensa okuler. Posisi lensa okuler terhadap lensa obyektif dapat diatur dengan skrup,yang terdapat pada ujung teleskop. Teleskop ini dapat digerak-gerakan, selain berfungsi sebagai tempat melihat spectrum cahaya yang dihasilkan prisma,, teleskop ini dapat menunjukan besar sudut yang dihasilkan dari pembiasan prisma. Untuk menentukan posisi celah dengan tepat, digunakan benang silang sebagai rujukan.
c. Meja Spektrometer
Meja spectrometer merupakan tempat untuk meletkkan prisma. Kedudukannya dapat dinaikkan / diturunkan atau diputar dengan melonggarkan skrup dan mengeratkannya. Prisma merupakan suatu objek yang membiaskan spectrum dari suatu sumber cahaya.
d. Skala Utama dan Skala Nonius
Dibawah meja spectrometer, terdapat piringan yang merupakan tempat dari skala utama dan skala nonius. Skala-skala ini menunjukan besar sudut yang dihasilkan dari pembiasan lensa. Pada sekala utama terdapat 360 skala yang menunjukan besar sudut pada lingkaran penuh. Sedangkan pada skala nonius terdapat skala-skala yang lebih kecil. Jumlah skala pada skala nonius todak tetap, hal ini tergantung pada pada ketelitian spectrometer, semakin banyak skala nonius dan semakin kecil jarak dari skala satu dan yang lain, maka ketelitian spectrometer semakin kecil pula. Dan kesalahan dalam pengukuran juga sangat kecil.
Prinsip Kerja Spektrometer
Sebuah spectrometer menggunakan kisi difraksi atau prisma untuk memisahkan panjang gelombang cahaya yang berbeda. Prinsip kerja dari Spektrometer adalah, cahaya di datangkan lewat celah sempit yang disebut kolimator. Kolimator ini merupakan focus lensa, sehingga cahaya yang diteruskan akan bersifat sejajar. Cahaya yang sejajar, kemudian diteruskan ke kisi untuk kemudian ditangkap oleh teleskope yang posisinya dapat digerakkan. Pengukuran panjang gelombang dapat dilakukan dengan menggunakan kisi difraksi yang diletakkan pada meja spektrometer. Saat cahaya melewati kisi, terjadi peristiwa difraksi. Pada posisi teleskope tertentu yaitu pada sudut θ, merupakan posisi yang sesuai dengan terjadinya pola terang (pola maksimum), maka hubungan panjang gelombang cahaya memenuhi persamaan :
d sin θ = nλ

dimana n adalah bilangan bulat yang merepresentasikan orde, dan d harak antara garis-gartis pada kisi. Dengan mengukur nilai θ, maka nilai panjang gelombang (λ) dari cahaya dapat diukur.
B.   pH meter

Kalibrasi dan penggunaan

Untuk pekerjaan yang sangat tepat pH meter harus dikalibrasi sebelum setiap pengukuran. Untuk penggunaan kalibrasi normal harus dilakukan pada awal setiap hari. Alasan untuk ini adalah bahwa elektroda kaca tidak memberikan emf direproduksi selama waktu yang cukup lama. Kalibrasi harus dilakukan dengan setidaknya dua larutan buffer standar yang menjangkau rentang nilai pH yang akan diukur. Untuk tujuan umum buffer pada pH 4 dan pH 10 yang diterima.

PH meter memiliki satu kontrol (kalibrasi) untuk mengatur pembacaan meter sama dengan nilai dari buffer pertama standar dan kontrol kedua (slope) yang digunakan untuk mengatur pembacaan meter dengan nilai buffer kedua. Kontrol ketiga memungkinkan suhu harus ditetapkan. Sachet penyangga standar, yang dapat diperoleh dari berbagai pemasok, biasanya negara bagaimana perubahan nilai buffer dengan suhu. Untuk pengukuran yang lebih tepat, tiga penyangga solusi kalibrasi lebih disukai.Sebagai pH 7 pada dasarnya, sebuah "titik nol" kalibrasi (mirip dengan penekanan atau Taring skala atau keseimbangan), kalibrasi pada pH 7 pertama, kalibrasi pada pH terdekat dengan tempat tujuan (misalnya 4 atau 10) kedua dan memeriksa titik ketiga akan memberikan akurasi lebih linier dengan apa yang pada dasarnya adalah masalah non-linear. Beberapa meter akan memungkinkan tiga kalibrasi titik dan itu adalah skema yang lebih disukai untuk pekerjaan yang paling akurat.

Kualitas meter lebih tinggi akan memiliki ketentuan untuk memperhitungkan koreksi koefisien temperatur, dan pH probe high-end memiliki probe suhu built in Proses kalibrasi berkorelasi tegangan yang dihasilkan oleh probe (sekitar 0,06 volt per pH unit) dengan skala pH. Setelah setiap pengukuran tunggal, probe dibilas dengan air suling atau air deionisasi untuk menghilangkan jejak dari solusi yang diukur, dihapus dengan menghapus ilmiah untuk menyerap air yang tersisa yang bisa mencairkan sampel dan dengan demikian mengubah membaca, dan kemudian dengan cepat tenggelam dalam solusi lain.

C.        DO dan EC meter

DO (Dissolved Oxygen) Meter adalah alat untuk mengukur kadar oksigen yang terlarut dalam air. DO meter berupa alat elektronik yang dapat mengkonversi sinyal dari probe yang diletakkan dalam air sampel. Nilai DO bergantung pada banyaknya zat organik dalam air dan juga pada suhu air (semakin tinggi suhu maka semakin rendah nilai DO).
Cara kerja :
1.       Probe diisi dengan larutan garam tertentu dan memiliki membran permeabel  yang secara selektif mengalirkan DO dari air menuju larutan garam. DO yang terdifusi dalam larutan garam mengubah potensial listrik
2.       Larutan garam dan perubahan tersebut akan terbaca oleh DO meter.

Conductivity meter ( EC meter) adalah alat untuk mengukur nilai konduktivitas listrik (specific/electric conductivity) suatu larutan atau cairan. Nilai konduktivitas listrik sebuah zat cair menjadi referensi atas jumlah ion serta konsentrasi padatan (Total Dissolved Solid / TDS) yang terlarut di dalamnya. Pengukuran jumlah ion di dalam suatu cairan menjadi penting untuk beberapa kasus. Salah satu contoh adalah untuk memonitor kualitas air boiler (baca artikel berikut). Hal ini terkait pengaruh konsentrasi ion-ion mineral terhadap terjadinya korosi pada pipa boiler (galvanic corrosion).
Konsentrasi ion di dalam larutan berbanding lurus dengan daya hantar listriknya. Semakin banyak ion mineral yang terlarut, maka akan semakin besar kemampuan larutan tersebut untuk menghantarkan listrik. Sifat kimia inilah yang digunakan sebagai prinsip kerja conductivity meter.
Sebuah sistem conductivity meter tersusun atas dua elektrode, yang dirangkaikan dengan sumber tegangan serta sebuah ampere meter. Elektrode-elektrode tersebut diatur sehingga memiliki jarak tertentu antara keduanya (biasanya 1 cm). Pada saat pengukuran, kedua elektrode ini dicelupkan ke dalam sampel larutan dan diberi tegangan dengan besar tertentu. Nilai arus listrik yang dibaca oleh ampere meter, digunakan lebih lanjut untuk menghitung nilai konduktivitas listrik larutan.
Prinsip Kerja Conductivity Meter
Anda tentu tidak asing dengan rumus dasar rangkaian listrik berikut:
    V = R x I   …..(1)
Dimana V adalah tegangan listrik rangkaian (volt), I untuk arus listrik rangkaian (ampere), dan R untuk tahanan listrik rangkaian (Ω).
Tahanan listrik (R) berbanding lurus dengan jarak antara dua elektrode (l) conductivity meter, dan berbanding terbalik dengan luas area elektrode (A; pada gambar di atas S).
    R = ( l/A ) x ρ   …..(2)
Dimana ρ adalah tahanan listrik spesifik (Ω.m) larutan.

Jika persamaan (1) dan (2) digabungkan, akan didapatkan persamaan berikut:
    V/I = ( l/A ) x ρ
Dan karena nilai ( l/A ) adalah konstan untuk setiap conductivity meter, maka dapat diganti dengan sebuah konstanta (C):
    V/I = C x ρ  …..(3)
Conductivity meter sebenarnya tidak mengukur nilai konduktifitas listrik, tetapi mengukur konduktivitas listrik spesifik (specific conductivity). Konduktivitas listrik spesifik adalah nilai konduktivitas listrik untuk tiap satu satuan panjang. Konduktivitas listrik spesifik ini disimbolkan dengan κ (Kappa), adalah kebalikan dari tahanan listrik spesifik (ρ):
    κ = ¹ / ρ
Dimana konduktivitas listrik spesifik menggunakan satuan S/m (Siemens per meter). Dan jika persamaan di atas dimasukkan ke dalam persamaan (3), maka akan kita dapatkan persamaan umum perhitungan nilai konduktivitas listrik spesifik:
    κ = C x I / V…..(3)
Prinsip kerja conductivity meter menggunakan persamaan (3) di atas. Dimana besar tegangan listrik (V) ditentukan oleh sistem, besar arus listrik (I) adalah parameter yang diukur, serta konstanta (C) didapatkan sebelumnya dari proses kalibrasi conductivity meter dengan menggunakan larutan yang diketahui nilai konduktivitas spesifiknya.
D. Turbidity meter
Turbidimeter merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya konstan. Turbidimeter merupakan salah satu alat yang berfungsi untuk mengetahui atau mengukur tingkat kekeruhan air.
Karena menggunakan jumlah cahaya yang diabsorbsi untuk pengukuran konsentrasi, maka jumlah cahaya yang diabsorbsi akan bergantung pada :
1. Jumlah partikel
2. Ukuran partikel.
Semakin besar dan banyak jumlah partikel, maka jumlah cahaya yang diabsorbsi akan semakin besar.
Dan untuk penentuan kadarnya (detektor) digunakan spektrofotometer cahaya. Ilustrasi Sebagai berikut :
Keterangan :
a. Sejumlah cahaya ditembakkan dari sebuah sumber cahaya menuju monokromator
b. Monokromator akan menguraikan cahaya dan meneruskannya menuju cuvet yang berisikan suspensi sel
c. Ketika cahaya melewati cuvet, maka terjadi tiga kemungkinan
• Cahaya akan diserap sebagian oleh partikel tersuspensi
• Sebagian cahaya diteruskan
• dan sebagian lagi menyebar ke segala arah
d. Jumlah cahaya yang diserap akan sebanding dengan jumlah partikel tersuspensi (konsentrasi sampel).
e. Pengukuran dilakukan dengan spektrofotometr (detektor)
Modern turbidimeters menggunakan teknik nephelometry, yang mengukur jumlah cahaya yang tersebar tepat untuk menjadikan modern turbidimeters memanfaatkan pengukuran nephelometric. Dengan berlalunya cahaya melalui air, cahaya balok sepanjang perjalanan yang relatif jalan terganggu. Namun, distorsi yang terjadi sebagian cahaya dihamburkan oleh molekul hadir dalam cairan murni. ketika cahaya melewati cairan yang mengandung padatan tersuspensi maka sinar berinteraksi dengan partikel, dan partikel akan menyerap energi cahaya dan memancarkan cahaya kembali ke segala arah.
Partikel ukuran, konfigurasi, warna, dan indeks bias menentukan distribusi spasial intensitas cahaya yang tersebar di sekitar partikel. banyak partikel lebih kecil dari panjang gelombang cahaya insiden, yang biasanya disajikan dalam nanometers (nm), nanometer (nm), menyebarkan cahaya intensitas sebesar sekitar di segala penjuru. Namun, partikel yang lebih besar dari panjang gelombang cahaya insiden, membentuk pola spektrum yang hasil dalam hamburan cahaya yang lebih besar dalam arah maju (jauh dari cahaya insiden) daripada dalam arah lain. Pola hamburan dan intensitas sinar ditularkan melalui sampel juga dapat dipengaruhi oleh partikel menyerap tertentu panjang gelombang.
E.        Thermometer
Standard satuan temperatur yang secara umum digunakan di dunia ada dua macam, yakni satuan Fahrenheit dan Celcius. Skala Fahrenheit menggunakan angka 32ountuk menunjukkan titik beku dan 212o untuk titik didih dari air murni pada tekanan atmosfer. Sedangkan untuk satuan Celcius, menggunakan angka 0o pada titik beku serta 100ountuk titik didih air murni pada tekanan atmosfer. Pada perkembangan selanjutnya, konvensi internasional menetapkan standard baru pada titik bawah masing-masing satuan tersebut. Sekarang penunjukan 0oC atau 32oF bukan pada titik beku air, namun berada pada titik tripel (triple point) dari air. Triple point adalah kondisi dimana air bisa berfase cair, padat, ataupun gas sekaligus.
Panas sangat berpengaruh terhadap properti dari suatu materi seperti ekspansi termal, radiasi, serta efek elektrik. Ketiga properti tersebut menjadi dasar untuk membuat alat ukur temperatur sesuai dengan pengaruh perubahan suhu terhadap properti suatu benda. Tingkat presisi alat ukur temperatur sangat bergantung kepada properti materil yang digunakan, properti material yang diukur, serta desain dari alat ukur itu sendiri. Sehingga penentuan alat ukur yang tepat sesuai dengan media kerja yang akan diukur sangat mempengaruhi hasil akhir pengukuran.
Di dunia sains telah banyak dikembangkan metode-metode pengukuran temperatur. Sehingga berdasarkan metode pengukuran ini juga dapat kita klasifikasikan termometer menjadi beberapa jenis. Untuk lebih jelasnya, mari kita bahas satu-persatu metode pengukuran temperatur ini:
1.      Perubahan Fase.
Fusi. Beberapa zat kimia seperti merkuri dan air, memiliki temperatur yang tetap untuk mengalami perubahan fase dari padat menjadi cair. Sifat ini disebut fusi, yang mana sangat cocok untuk dijadikan acuan skala alat pengukuran temperatur. Titik leleh atau cair materi-materi ini dijadikan acuan untuk batas bawah skala alat ukur temperatur. Salah satu aplikasi dari alat ukur yang menggunakan metode ini adalah pyrometric cone. Alat ini menggunakan campuran senyawa oksida dan kaca yang akan meleleh pada temperatur yang telah ditentukan. Pyrometric coneumum digunakan pada industri-industri keramik untuk mengukur temperatur furnace. Campuran zat yang digunakan pada alat ini dapat bekerja pada rentan temperatur 593-1982oC.
Vaporisasi. Tekanan penguapan sebuah cairan bergantung kepada temperaturnya. Pada saat sebuah cairan dipanaskan hingga mendidih, tekanan uap yang terbentuk sama dengan tekanan total permukaan cairan tersebut. Titik didih berbagai jenis zat kimia dapat digunakan sebagai acuan termometrik. Apabila cairan dan uap yang terbentuk berada di dalam sebuah bejana tertutup, maka kenaikan tekanan uap yang terjadi dapat digunakan untuk mengukur temperatur menggunakan pressure gauge yang terkalibrasi.
Description: 20130221-150158.jpg
2.      Expansion Properties
Sebagian besar material di alam ini memiliki sifat yang akan berekspansi (memuai) apabila terjadi kenaikan temperatur di lingkungan sekitarnya. Besar ekspansi yang terjadi berbanding lurus dengan kenaikan temperatur yang terjadi. Sifat ini dapat digunakan sebagai alat ukur temperatur selanjutnya.
Gas. Pemuaian pada gas dijabarkan kedalam rumusan berikut
Pvm = R x T
Dimana P = tekanan absolut (lb/ft2); vm = volume (ft3/mole gas);R = konstanta gas (1545 ft lb/mole); T = temperatur absolut (R=oF + 460).
Nitrogen menjadi gas yang paling umum digunakan untuk termometer yang menggunakan prinsip kerja ekspansi ini. Nitrogen dapat digunakan dalam rentang temperatur -129 sampai 538oC. Konstruksi dari temperatur ini persis sama dengan termometer vapour pressure, hanya saja media kerjanya yang diganti dengan gas nitrogen. Pemuaian dari gas nitrogen yang dipanaskan meningkatkan tekanan sistem dan mengaktuasi indikator temperatur.
Liquid. Pemuaian zat cair dapat digunakan sebagai termometer dengan jalan menggunakan bulb dan pipa kapiler. Pada termometer jenis ini bulb dan pipa kapiler diisi penuh dengan cairan dan dikalibrasi dengan menggunakan pressure gauge. Salah satu jenis zat yang paling umum digunakan untuk termometer jenis ini adalah mercury, yang dapat bekerja pada renta suhu -40 hingga 538oC.
Termometer jenis liquid ini sangat simpel, murah, dapat langsung dibaca, dan bersifat portabel. Namun termometer ini memiliki ketelitian yang rendah. Termometer jenis ini dengan bulb yang tidak terlindungi apapun, hanya cocok untuk digunakan di lingkungan laboratorium saja dan tidak untuk di lingkungan industri berat. Untuk penggunaan di dunia industri, dibutuhkan sedikit modifikasi dengan penggunaan pelindung metal pada sisi bulb termometer. Namun hal ini menjadikan termometer ini lebih lambat untuk merespon terjadinya perubahan suhu dalam rentan waktu yang pendek.
F.         Tanur
Alat ini digunakan untuk mengukur kadar abu. Sampel yang akan di teliti dimasukan kedalam tanur kemudian bahan tersebut akan berubah menjadi abu.abu tersebut adalah hasil dari bahan anorganik pada sampel karena bahan organik pada sampel telah hilang saat proses pengabuan sampel pada tanur.

G.        Vacuum Filtration
Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan melewatkannya pada medium penyaringan, atau septum, yang di atasnya padatan akan terendapkan. Range filtrasi pada industri mulai dari penyaringan sederhana hingga pemisahan yang kompleks. Fluida yang difiltrasi dapat berupa cairan atau gas; aliran yang lolos dari saringan mungkin saja cairan, padatan, atau keduanya. Suatu saat justru limbah padatnyalah yang harus dipisahkan dari limbah cair sebelum dibuang
Proses pengoperasiannya sebagai berikut :
Pada permulaan filtrasi pada penyaring kue beberapa partikel padat memasuki medium pori dan ditahan, tetapi dengan segera mulai berkumpul di permukaan septum.
Setelah periode awal ini padatan mulai terfiltrasi; padatan tersebut mulai menebal di permukaan dan harus dibersihkan secara periodik.Kecuali dilengkapi kantong penyaring untuk pembersih gas, penyaring umumnya hanya digunakan untuk pemisahan padat-cair.
Penyaring dapat dioperasikan dengan tekanan di atas atmosfer pada aliran atas medium penyaring atau tekanan vakum pada aliran bawah.









V.   KESIMPULAN

1.         Mengetahui karakteristik limbah sangat penting dalam pengelolahan limbah.
2.         Beberapa alat yang digunakan dalam pengelolahan limbah yaitu Spectrometer, pH meter, DO meter, EC meter, Turbidity meter,Termometer, Oven, Desiccator, Alat infiltrasi, Tanur, dll.






DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2014,http://artikel-teknologi.com ,diakses  pada tanggal 24 september 2014
Anonim,2014,http://itsmerista.blogspot.com/2011/04/spektrometer-bagian-1.html, diakses  pada tanggal 24 september 2014
Anonim, 2014,http://www.updatekeren.com/2012/11/pengertian-limbah.html, diakses pada tanggal 23 September 2014
Anonim, 2014,http://www.slideshare.net/septyazee/makalah-pengolahan-air-limbah, diakses pada tanggal 23 September 2014
Anonim,2014, http://www.wikipedia.org/pHmeter , diakses  pada tanggal 24 september 2014











Read More

Post Top Ad