PENGUKURAN ELECTRICAL CONDUCTIVITY ( EC )
(Laporan
Rekayasa Pengolahan Limbah)
Oleh
CHANDRA AFRIAN
1214071022
JURUSAN
TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2014
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Electrical Conductivity ( EC ) atau Daya Hantar Listrik ( DHL ) merupakan
karakteristik penting dari air atau air limbah karena DHL merefleksikan tingkat
ketidak murnian atau tingkat cemaran air atau air limbah. Semakin tinggi nilai
DHL semakin tinggi tingkat pencemarannya. Karena itu DHL dapat digunakan
sebagai petunjuk awal ada atau tidaknya pencemaran dari suatu sampel air.
Karena itu mengetahui nilai DHL dari suatu sampel air atau air limbah sangatlah
penting. Untuk dapat mengetahui DHL air dan air limbah dengan baik, maka
mahasiswa perlu mempraktekan dan membiasakan diri dalam pengukuran secara
langsung.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah
1. Mengetahui EC atau DHL pada sampel
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Tingkat
kepekatan nutrisi hidroponik sering menggunakan indikator nilai konduktivtas
listrik (Electrical Conductivity = EC). Unsur-unsur hara yang terlarut dalam
air berupa ion bermuatan positif (kation) dan ion bermuatan negative (anion).
Keberadaan ion-ion tersebut yang memungkinkan konduktivitas listrik dalam
larutan nutrisi dapat terukur oleh alat EC meter.
EC meter
atau electro-conductivity meter mengukur kelancaran pengantaran listrik antara
kation dan anion. Hasil pengukuran terlihat pada monitor dengan satu atau dua
digit dibelakang koma. Satuan pengukuran ialah mS/cm (mili-Siemens per cm,
karena jarak antara katoda dan anoda adalah satu cm). di lapangan sering hanya
digunakan mS saja tanpa menyebut cm-nya. Misalnya EC 2,5 mS/cm disebut EC 2,5
mS, atau sering hanya diucapkan EC 2,5.
EC (Electrical Conductivity) atau konduktansi adalah ukuran
kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik. Konduktansi (G)
merupakan kebalikan (invers) dari resistansi (R). Sehingga persamaan
matematisnya adalah :
G = 1 / R
Note :
Pada literatur lainnya, simbol untuk konduktansi adalah σ, γ atau κ.
Sehingga dengan menggunakan Hukum Ohm, maka didapatkan definisi
lainnya :
V = I x R
I = G x E
Secara definisi diatas : jika dua plat yang diletakkan dalam suatu
larutan diberi beda potensial listrik (normalnya berbentuk sinusioda), maka
pada plat tersebut akan mengalir arus listrik. Konduktansi suatu larutan
akan sebanding dengan konsentrasi ion-ion dalam larutan tersebut. Namun pada
beberapa situasi hal ini tidak berlaku.
Satuan dasar untuk konduktansi
adalah Siemens (S), dan formalnya menggunakan satuan Mho (kebalikan dari Ohm).
Karena luas penampang plat dan jarak antar plat juga mempengaruhi konduktansi,
maka secara matematis ditulis dengan :
C = G x (
L / A )
Dimana :
C : Konduktansi spesifik (S)
G : Konduktansi yang terukur (S)
L : Jarak antar plat (cm)
A : Luas penampang plat (cm2)
G : Konduktansi yang terukur (S)
L : Jarak antar plat (cm)
A : Luas penampang plat (cm2)
Sehingga satuan konduktansi menjadi
Siemens/cm (S/cm). Besarnya pengaruh elektroda (L/A) akan mempengaruhi juga
range pengukuran. Pada table dibawah ini terlihat bahwa range pengukuran
konduktansi berubah ketika pengaruh elektroda (L/A) berubah.
Elektroda (dalam cm)
|
Range Konduktansi (dalam μS/cm)
|
0,1
|
0,5 s/d 400
|
1,0
|
10 s/d 2.000
|
10,0
|
1.000 s/d 200.000
|
Tabel Pengaruh penampang Elektroda terhadap
konduktansi
Konduktansi dipengaruhi pula oleh temperatur. Dalam sebuah metal,
konduktansi menurun dengan naiknya temperatur, namun dalam sebuah
semikonduktor, konduktansi akan makin besar dengan makin tingginya temperatur.
Untuk ini maka diperlukan kompensasi, yaitu dengan menggunakan rumus :
dimana :
σT1 = Electrical Conductivity pada suhu yang diukur
σT = Electrical Conductivity pada suhu normal (25˚C)
α = Koefisien temperatur larutan
T1 = Suhu pengukuran
T = Suhu normal (25˚C)
σT = Electrical Conductivity pada suhu normal (25˚C)
α = Koefisien temperatur larutan
T1 = Suhu pengukuran
T = Suhu normal (25˚C)
HUBUNGAN TDS/PPM DAN EC
1 μS/cm = 1 x 10-6 S/cm
1 S/cm = 1 Mho/cm
1 μS/cm = 0.5 ppm
1 ppm = 2 μS/cm
1 μS/cm = 1 x 10-6 S/cm
1 S/cm = 1 Mho/cm
1 μS/cm = 0.5 ppm
1 ppm = 2 μS/cm
2K ppm = 4K μS/cm = 4 mS/cm = ¼K Ohm = 250 Ohm
250 ppm = 0,5K μS/cm = 0,5 mS/cm = 1/0,5K Ohm = 2K Ohm
10 ppm = 20 μS/cm = 1/20M Ohm = 0,05M Ohm = 50K Ohm
250 ppm = 0,5K μS/cm = 0,5 mS/cm = 1/0,5K Ohm = 2K Ohm
10 ppm = 20 μS/cm = 1/20M Ohm = 0,05M Ohm = 50K Ohm
III.
METODOLOGI PERCOBAAN
A.
Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan pada praktikum ini adalah DHL/EC
meter, botol sampel, gelas beaker, dan pipet.
Bahan yang digunakan adalah
air suling (akuades), air mineral, air sumur, air sungai dan
air limbah tahu.
B.
Prosedur Percobaan
1. Siapkan
sampel air dan air limbah di dalam botol sampel
2. Ambil masing-masing sampel air dan air limbah
dari botol sampel kedalam gelas sampel ( setengahnya )
3.
Siapkan alat ukur DHL meter
4.
Ukurlah DHL air dengan menggunakan sensor yang tersedia
5. Ukurlah masing-masing sampel dan setelah
pengukuran tiap sampel, sensor dicuci dengan air aquades menggunakan gelas
beaker
6. Catat
nilai yang muncul ( nilai DHL/EC ) tiap sampelnya
7.
Catat juga suhu dari tiap-tiap sampel.
IV.
PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamtan
Hasil
pengukuran DO dan DHL
No
|
Sampel Percobaan
|
DHL/EC ( µs )
|
SUHU ( oC )
|
1
|
Air aquades
|
2,09
|
31,3
|
2
|
Air mineral
|
76,9
|
30,9
|
3
|
Air sumur
|
238
|
31,4
|
4
|
Air sungai
|
794
|
31,5
|
5.
|
Air Limbah
Tahu (Asam)
|
8350
|
31,4
|
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil
dari praktikum, semua sampel yang telah diteliti mempunyai kadar ion atau dapat
menghantarkan arus listrik. Ini dapat dilihat dari tabel hasil praktikum dimana
sampel yang memiliki daya hantar paling rendah terdapat pada air aquades yang memiliki
nilai EC sebesar 2,09 µs. Sedangkan sampel yang dapat menghantar kan arus
listrik terbesar terdapat pada sampel air limbah tahu, dimana limbah tahu
memiliki EC sebesar 8350 µs. Pada sampel lain yaitu air mineral memiliki EC
sebesar 76,9 µs dan pada sampel ketiga yaitu air sumur memiliki EC sebesar 238
µs. Dibandingkan air sumur dan air mineral, EC pada sampel ke empat yaitu pada
air sungai memiliki nilai EC yang lebih besar dari kedua sampel sebelumnya
yaitu sebesar 794 µs.
Selain sebagai
penunjuk besarnya daya hantar listrik EC/DHL merupakan karakteristik penting dari air atau air limbah
karena EC/DHL merefleksikan tingkat ketidak murnian atau tingkat cemaran air
atau air limbah. Semakin tinggi nilai DHL semakin tinggi tingkat pencemarannya.
Jadi pada beberapa sampel yang telah di uji coba, air limbah tahu memiliki
tingkat pencemaran yang libih tinggi dari empat sampel yang lain, karena
memiliki jumlah EC/DHL paling besar dibandingkan dari sampel yang lainnya.
Sedangkan yang memiliki tingkat pencemaran yang paling rendah terdapat pada
sampel air aquades.
V.
KESIMPULAN
Dari
percobaan yang telah dilakukan didapatkan beberapa kesimpulan yaitu:
1. Pada
percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil
bahwa EC/DHL pada tiap sampel yaitu air aquades sebesar 2,09 µs ; air mineral
adalah 76,9 µs; air sumur adalah 238 µs; air sungai 794 µs; dan air limbah tahu
8350 µs.
2. Dari
hasil praktikum dapat disimpulkan air
limbah tahu mempunyai tingkat pencemaran paling tinggi dari pada keempat sampel lain. Hal ini dapat dilihat dari
nilai EC/DHL-nya yang tertinggi
yaitu 8350 µs.
3.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2014 http://insansainsprojects.wordpress.com/tds-meter/
. diakses tanggal 08 Oktober
2014 pukul 20.57
WIB.
Sutiyoso, Yos. 2009. Hidroponik Ala Yos. Jakarta. Penebar Swadaya.
No comments:
Post a Comment