Laporan Pengukuran EC (RPL) - Mrchandblog

Blog untuk berbagi ilmu

Hot

Post Top Ad

Saturday, July 15, 2017

Laporan Pengukuran EC (RPL)


PENGUKURAN ELECTRICAL CONDUCTIVITY ( EC )

(Laporan Rekayasa Pengolahan Limbah)










Oleh
CHANDRA AFRIAN
1214071022



 











JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014



I.                   PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang

Electrical Conductivity ( EC ) atau Daya Hantar Listrik ( DHL ) merupakan karakteristik penting dari air atau air limbah karena DHL merefleksikan tingkat ketidak murnian atau tingkat cemaran air atau air limbah. Semakin tinggi nilai DHL semakin tinggi tingkat pencemarannya. Karena itu DHL dapat digunakan sebagai petunjuk awal ada atau tidaknya pencemaran dari suatu sampel air. Karena itu mengetahui nilai DHL dari suatu sampel air atau air limbah sangatlah penting. Untuk dapat mengetahui DHL air dan air limbah dengan baik, maka mahasiswa perlu mempraktekan dan membiasakan diri dalam pengukuran secara langsung. 


B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah
1.         Mengetahui EC atau DHL pada sampel



II.                TINJAUAN PUSTAKA



Tingkat kepekatan nutrisi hidroponik sering menggunakan indikator nilai konduktivtas listrik (Electrical Conductivity = EC). Unsur-unsur hara yang terlarut dalam air berupa ion bermuatan positif (kation) dan ion bermuatan negative (anion). Keberadaan ion-ion tersebut yang memungkinkan konduktivitas listrik dalam larutan nutrisi dapat terukur oleh alat EC meter.
EC meter atau electro-conductivity meter mengukur kelancaran pengantaran listrik antara kation dan anion. Hasil pengukuran terlihat pada monitor dengan satu atau dua digit dibelakang koma. Satuan pengukuran ialah mS/cm (mili-Siemens per cm, karena jarak antara katoda dan anoda adalah satu cm). di lapangan sering hanya digunakan mS saja tanpa menyebut cm-nya. Misalnya EC 2,5 mS/cm disebut EC 2,5 mS, atau sering hanya diucapkan EC 2,5.
EC (Electrical Conductivity) atau konduktansi adalah ukuran kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik. Konduktansi (G) merupakan kebalikan (invers) dari resistansi (R). Sehingga persamaan matematisnya adalah :
G = 1 / R
Note : Pada literatur lainnya, simbol untuk konduktansi adalah σ, γ atau κ.
Sehingga dengan menggunakan Hukum Ohm, maka didapatkan definisi lainnya :
V = I x R
I = G x E
Secara definisi diatas : jika dua plat yang diletakkan dalam suatu larutan diberi beda potensial listrik (normalnya berbentuk sinusioda), maka pada plat tersebut akan mengalir arus listrik. Konduktansi suatu larutan akan sebanding dengan konsentrasi ion-ion dalam larutan tersebut. Namun pada beberapa situasi hal ini tidak berlaku.
Satuan dasar untuk konduktansi adalah Siemens (S), dan formalnya menggunakan satuan Mho (kebalikan dari Ohm). Karena luas penampang plat dan jarak antar plat juga mempengaruhi konduktansi, maka secara matematis ditulis dengan :
C = G x ( L / A )
Dimana :
C         : Konduktansi spesifik (S)
G
         : Konduktansi yang terukur (S)
L
          : Jarak antar plat (cm)
A
         : Luas penampang plat (cm2)
Description: cond-intro-figure-1_167-140.gif
Sehingga satuan konduktansi menjadi Siemens/cm (S/cm). Besarnya pengaruh elektroda (L/A) akan mempengaruhi juga range pengukuran. Pada table dibawah ini terlihat bahwa range pengukuran konduktansi berubah ketika pengaruh elektroda (L/A) berubah.

Elektroda (dalam cm)
Range Konduktansi (dalam μS/cm)
0,1
0,5 s/d 400
1,0
10 s/d 2.000
10,0
1.000 s/d 200.000
Tabel  Pengaruh penampang Elektroda terhadap konduktansi

Konduktansi dipengaruhi pula oleh temperatur. Dalam sebuah metal, konduktansi menurun dengan naiknya temperatur, namun dalam sebuah semikonduktor, konduktansi akan makin besar dengan makin tingginya temperatur. Untuk ini maka diperlukan kompensasi, yaitu dengan menggunakan rumus :

dimana :
σT1 = Electrical Conductivity pada suhu yang diukur
σT =
 Electrical Conductivity pada suhu normal (25˚C)
α = Koefisien temperatur larutan
T1
 = Suhu pengukuran
T = Suhu normal (25˚C)

HUBUNGAN TDS/PPM DAN EC
1 μS/cm = 1 x 10-6
 S/cm
1 S/cm = 1 Mho/cm
1 μS/cm = 0.5 ppm
1 ppm = 2 μS/cm
2K ppm = 4K μS/cm = 4 mS/cm = ¼K Ohm = 250 Ohm
250 ppm = 0,5K μS/cm = 0,5 mS/cm = 1/0,5K Ohm = 2K Ohm
10 ppm = 20 μS/cm = 1/20M Ohm = 0,05M Ohm = 50K Ohm








III.             METODOLOGI PERCOBAAN



A.    Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah DHL/EC meter, botol sampel, gelas beaker, dan pipet.
Bahan yang digunakan adalah air suling (akuades), air mineral, air sumur, air sungai dan air limbah tahu.

B.     Prosedur Percobaan

1. Siapkan sampel air dan air limbah di dalam botol sampel

2. Ambil masing-masing sampel air dan air limbah dari botol sampel kedalam gelas sampel ( setengahnya )

3. Siapkan alat ukur DHL meter

4. Ukurlah DHL air dengan menggunakan sensor yang tersedia

5. Ukurlah masing-masing sampel dan setelah pengukuran tiap sampel, sensor dicuci dengan air aquades menggunakan gelas beaker

6. Catat nilai yang muncul ( nilai DHL/EC ) tiap sampelnya

7. Catat juga suhu dari tiap-tiap sampel.

 



IV.             PEMBAHASAN

A.    Hasil Pengamtan


Hasil pengukuran DO dan DHL
No
Sampel Percobaan
DHL/EC ( µs )
SUHU ( oC )
1
Air aquades
2,09
31,3
2
Air mineral
76,9
30,9
3
Air sumur
238
31,4
4
Air sungai
794
31,5

5.

Air Limbah Tahu (Asam)

8350

31,4

 



B.     Pembahasan


Berdasarkan hasil dari praktikum, semua sampel yang telah diteliti mempunyai kadar ion atau dapat menghantarkan arus listrik. Ini dapat dilihat dari tabel hasil praktikum dimana sampel yang memiliki daya hantar paling rendah terdapat pada air aquades yang memiliki nilai EC sebesar 2,09 µs. Sedangkan sampel yang dapat menghantar kan arus listrik terbesar terdapat pada sampel air limbah tahu, dimana limbah tahu memiliki EC sebesar 8350 µs. Pada sampel lain yaitu air mineral memiliki EC sebesar 76,9 µs dan pada sampel ketiga yaitu air sumur memiliki EC sebesar 238 µs. Dibandingkan air sumur dan air mineral, EC pada sampel ke empat yaitu pada air sungai memiliki nilai EC yang lebih besar dari kedua sampel sebelumnya yaitu sebesar 794 µs.
Selain sebagai penunjuk besarnya daya hantar listrik EC/DHL merupakan karakteristik penting dari air atau air limbah karena EC/DHL merefleksikan tingkat ketidak murnian atau tingkat cemaran air atau air limbah. Semakin tinggi nilai DHL semakin tinggi tingkat pencemarannya. Jadi pada beberapa sampel yang telah di uji coba, air limbah tahu memiliki tingkat pencemaran yang libih tinggi dari empat sampel yang lain, karena memiliki jumlah EC/DHL paling besar dibandingkan dari sampel yang lainnya. Sedangkan yang memiliki tingkat pencemaran yang paling rendah terdapat pada sampel air aquades. 

 

















V.                KESIMPULAN

 

Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan beberapa kesimpulan yaitu:

1.      Pada percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa EC/DHL pada tiap sampel yaitu air aquades sebesar 2,09 µs ; air mineral adalah 76,9 µs; air sumur adalah 238 µs; air sungai 794 µs; dan air limbah tahu 8350 µs.

2.      Dari hasil praktikum dapat disimpulkan air limbah tahu mempunyai tingkat pencemaran paling tinggi dari pada keempat sampel lain. Hal ini dapat dilihat dari nilai EC/DHL-nya yang tertinggi yaitu 8350 µs.



3.       

 



DAFTAR PUSTAKA

 

 

Anonim, 2014 http://insansainsprojects.wordpress.com/tds-meter/diakses tanggal 08 Oktober 2014 pukul 20.57 WIB.
Sutiyoso, Yos. 2009. Hidroponik Ala Yos. Jakarta. Penebar Swadaya.



 

 


                                                                                                              

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad